REVIEW 20 JURNAL...

1.     Muhammad Rusdi Tanjung (2016). FOTOGRAFI PONSEL (Smartphone) SEBAGAI SARANA MEDIA DALAM PERKEMBANGAN MASYARAKAT MODERN

Jurnal ini membahas tentang fenomena penggunaan ponsel sebagai alat fotografi dalam konteks masyarakat modern. Penelitian ini penting karena mempertimbangkan peran teknologi yang semakin mempengaruhi cara masyarakat berinteraksi, termasuk dalam hal fotografi. Dalam jurnal ini, penulis mendiskusikan bagaimana teknologi ponsel telah mengubah cara masyarakat memandang dan menggunakan fotografi sebagai media ekspresi dan komunikasi. Penggunaan smartphone telah memberikan akses yang lebih mudah dan cepat untuk mengambil dan berbagi foto dengan orang lain, yang pada gilirannya memberikan dampak social, cultural, dan psikologis yang signifikan dalam masyarakat modern. Selain itu, jurnal ini juga membahas tentang tantangan dan keunggulan ponsel sebagai alat fotografi. Sebagai contoh, keberagaman fitur yang disediakan ponsel memungkinkan pengguna untuk berekspresi dengan lebih bebas dan kreatif dalam mengambil foto. Namun, di sisi lain penggunaan ponsel juga menjadi tantangan dalam mempertahankan kualitas foto yang sebenarnya.

 

2.     Prayanto Widyo Harsanto (2017). Fotografi dalam Desain Komunikasi Visual (DKV)

Jurnal ini  membahas tentang peran fotografi dalam konteks desain komunikasi visual. Harsanto mendalaminya dengan merangkum bagaimana fotografi tidak hanya sekadar gambar statis, tetapi juga merupakan media yang memiliki kekuatan untuk menyampaikan pesan, emosi, dan cerita secara visual dalam desain komunikasi visual.

Harsanto menyoroti bagaimana penggunaan fotografi dalam DKV dapat memperkuat pesan yang ingin disampaikan, membantu menciptakan daya tarik yang kuat, dan mengkomunikasikan identitas merek atau produk dengan jelas kepada audiens. Dengan kemajuan teknologi dan peralatan fotografi yang semakin canggih, fotografi menjadi salah satu elemen kunci dalam memperkuat visualisasi dan estetika dalam desain komunikasi visual.

Selain itu, Harsanto juga membahas tentang teknik-teknik fotografi yang dapat diterapkan dalam DKV, seperti penggunaan lighting, komposisi visual, angle, dan editing foto. Hal ini bertujuan untuk memperkaya kualitas visual dari desain komunikasi visual dan membantu mencapai tujuan komunikasi yang diinginkan dalam suatu proyek desain. Selain aspek teknis, Harsanto juga menyoroti aspek konseptual dari penggunaan fotografi dalam DKV, seperti bagaimana penggunaan warna, kontras, dan penempatan elemen-elemen visual dapat mempengaruhi persepsi dan respon audiens terhadap pesan yang ingin disampaikan.

 

3.     Gusti Agung Ngurah Agung Yudha Pramiswara (2021) Fotografi Sebagai Media Komunikasi Visual Dalam Promosi Budaya karya

Jurnal ini membahas tentang peran fotografi dalam mempromosikan budaya melalui media komunikasi visual. Dalam jurnal ini, penulis membahas betapa pentingnya fotografi dalam memberikan representasi visual yang kuat tentang keberagaman budaya suatu tempat. Pramiswara mengulas bagaimana fotografi dapat menjadi alat yang efektif dalam mengkomunikasikan kekayaan budaya kepada masyarakat luas.

Pramiswara memberikan analisis yang mendalam tentang bagaimana fotografi dapat menjadi media yang sangat efektif dalam mempromosikan budaya. Dengan teknik-teknik fotografi yang tepat, hasil jepretan dapat menggambarkan kekayaan budaya dengan detail yang mendalam dan artistik. Fotografi dapat menciptakan pengalaman visual yang memukau dan mampu menarik perhatian khalayak untuk lebih menghargai dan memahami keunikan budaya yang diwakilinya.

Selain itu, jurnal ini juga membahas tentang pengaruh teknologi terkini terhadap fotografi sebagai media komunikasi visual dalam promosi budaya. Perkembangan teknologi fotografi, seperti kamera digital dan editing software, telah memberikan kemudahan bagi para praktisi dalam menghasilkan karya-karya fotografi yang lebih profesional dan menarik. Pramiswara menjelaskan bagaimana pemanfaatan teknologi ini dapat meningkatkan kualitas promosi budaya melalui fotografi.

Dalam konteks promosi budaya, jurnal ini juga mengupas tentang aspek estetika dan semiotika dalam fotografi. Pramiswara membahas tentang bagaimana ketersampaian pesan visual dalam fotografi sangat dipengaruhi oleh komposisi, warna, dan simbol-simbol yang digunakan. Dengan memahami konsep-konsep estetika dan semiotika ini, fotografi dapat menjadi sarana yang sangat efektif dalam mengkomunikasikan makna budaya yang ingin disampaikan.

 

4.     Lesie Yuliadewi (2004). MENGENAL FOTOGRAFI DAN FOTOGRAFI DESAIN

Jurnal ini membahas tentang dasar-dasar fotografi dan peran fotografi dalam desain. Lesie Yuliadewi memberikan pemahaman yang mendalam tentang konsep-konsep dasar fotografi, seperti komposisi, pencahayaan, fokus, dan lain sebagainya. Penjelasan yang diberikan sangat mudah dipahami sehingga cocok bagi pembaca yang masih awam dalam dunia fotografi. Dalam jurnal ini, Lesie Yuliadewi juga membahas tentang perkembangan teknologi dalam fotografi dan bagaimana teknologi tersebut mempengaruhi praktik fotografi desain. Penulisan ini memberikan wawasan tentang pentingnya memahami perkembangan teknologi dalam bidang fotografi agar dapat menghasilkan karya-karya yang berkualitas, baik dari segi teknis maupun estetika.

Selain itu, jurnal ini juga mengulas tentang hubungan antara fotografi dan desain. Lesie Yuliadewi menjelaskan betapa eratnya hubungan antara keduanya dan bagaimana fotografi dapat menjadi elemen yang penting dalam proses desain komunikasi visual. Penekanan pada pentingnya fotografi dalam mendukung pesan-pesan yang ingin disampaikan melalui desain sangat membantu pembaca untuk lebih memahami cara memanfaatkan fotografi secara efektif dalam desain.

Pemaparan konsep-konsep dasar fotografi dan aplikasinya dalam desain yang disajikan dalam jurnal ini sangat bermanfaat bagi pembaca yang ingin memahami lebih dalam tentang bagaimana fotografi dapat menjadi elemen penting dalam desain visual. Lesie Yuliadewi memberikan contoh-contoh karya fotografi yang berhasil digunakan dalam desain sebagai ilustrasi konsep-konsep yang dijelaskan, sehingga pembaca dapat lebih mudah memahami relevansinya dalam konteks desain.

 

 

5.     Raden Daniel Wisnu Wardana (2017) Disaat Fotografi Jurnalistik Bukan Sekedar Pemberitaan

Jurnal ini mendalami konsep fotografi jurnalistik sebagai lebih dari sekedar pemberitaan. Dalam jurnal ini, Wardana membahas tentang bagaimana fotografi jurnalistik memiliki potensi sebagai media komunikasi yang kuat untuk menyampaikan pesan dan emosi kepada pemirsa. Melalui karya ini, pembaca dapat memahami peran penting fotografi dalam menyampaikan cerita dan menggugah perasaan pembaca. Wardana juga membahas tentang bagaimana fotografi jurnalistik tidak hanya sekedar mengabadikan kejadian, tetapi juga mampu menjadi alat untuk membangkitkan kesadaran dan empati. Penekanan pada aspek humanis dan naratif dalam fotografi jurnalistik yang disampaikan dalam jurnal ini memberikan pemahaman yang lebih dalam tentang kekuatan visual dalam menyampaikan pesan-pesan yang penting dan mendesak.

Selain itu, Wardana juga menyoroti tentang etika dalam fotografi jurnalistik. Dalam jurnal ini, pembaca dibawa untuk memahami pentingnya integritas dan kejujuran dalam pengambilan gambar, serta bagaimana seorang fotografer jurnalistik harus menghormati privasi subjek yang difoto. Diskusi mengenai etika ini memberikan wawasan yang penting bagi mereka yang ingin menggeluti dunia fotografi jurnalistik. Pemaparan konsep-konsep dalam jurnal ini sangat relevan dengan konteks media massa saat ini yang sering kali dipenuhi dengan informasi yang kurang akurat dan kurang terverifikasi. Wardana memberikan pandangan yang kritis tentang bagaimana fotografi jurnalistik harus dijadikan sebagai alat untuk menyampaikan cerita yang benar dan menyentuh hati pembaca.

 

6.     Novan Jemmi Andrea (2015) ESTETIKA FOTOGRAFI JURNALISTIK DALAM KAITAN NILAI KEBAIKAN DAN KEBENARAN, OLAH RASA, DAN SINESTESIA

Dalam jurnal ini, Andrea membahas tentang bagaimana nilai-nilai kebaikan dan kebenaran dapat terwujud dalam sebuah karya fotografi jurnalistik. Ia juga membahas tentang konsep olah rasa dan sinestesia dalam fotografi jurnalistik, di mana sebuah foto tidak hanya menyampaikan informasi visual, tetapi juga mampu membangkitkan sensasi dan perasaan pembaca.

Pembahasan yang mendalam mengenai estetika dalam fotografi jurnalistik yang disampaikan dalam jurnal ini memberikan wawasan yang penting bagi para fotografer jurnalistik maupun pembaca yang ingin memahami konsep-konsep estetika dalam karya foto. Andrea menyoroti pentingnya aspek keindahan dan keselarasan dalam sebuah foto jurnalistik, serta bagaimana hal tersebut dapat meningkatkan kualitas dan daya tarik sebuah foto.

Selain itu, jurnal ini juga menjelaskan tentang bagaimana foto jurnalistik memiliki potensi untuk membawa pesan moral dan etika. Diskusi mengenai nilai kebaikan dan kebenaran dalam fotografi jurnalistik memberikan wawasan yang penting tentang tanggung jawab seorang fotografer dalam menyampaikan informasi secara jujur dan akurat kepada masyarakat. Andrea juga membahas tentang olah rasa dan sinestesia dalam konteks fotografi jurnalistik, di mana sebuah foto mampu membangkitkan sensasi dan perasaan pada pemirsa. Pemahaman mengenai konsep ini dapat membantu fotografer jurnalistik untuk lebih mempertajam kemampuan dalam menyampaikan pesan dan emosi melalui karya fotografi mereka.

 

7.     Idealita Ismanto (2018) Budaya Selfie Masyarakat Urban: Kajian Estetika Fotografi, Cyber Culture, dan Semiotika Visual

Jurnal ini sangat relevan dengan fenomena budaya visual kontemporer, khususnya dalam konteks kemunculan fenomena selfie yang semakin merajalela di tengah masyarakat urban. Dalam jurnal ini, Ismanto membahas secara mendalam tentang hubungan antara budaya selfie, estetika fotografi, cyber culture, dan semiotika visual, menjadikan jurnal ini sebagai bahan kajian yang sangat menarik dan informatif bagi pembaca yang tertarik memahami fenomena selfie dalam konteks budaya urban saat ini.

Dalam jurnal ini, Ismanto mengupas secara detail tentang bagaimana budaya selfie berkembang dan memengaruhi tatanan sosial masyarakat urban. Ia menyuguhkan analisis yang mendalam mengenai makna-makna di balik fenomena selfie, serta bagaimana praktik selfie mencerminkan identitas individu dan relasi sosial dalam masyarakat urban. Diskusi ini memberikan proyeksi yang menarik tentang bagaimana teknologi dan media digital mempengaruhi cara kita memandang diri sendiri dan orang lain.

Selain itu, Ismanto juga membahas hubungan antara budaya selfie dengan estetika fotografi, di mana sebuah selfie bukan sekadar tindakan mengambil foto diri sendiri, tetapi juga merupakan bentuk ekspresi artistik yang dihasilkan dengan memperhatikan komposisi, pencahayaan, dan visual estetika lainnya. Pembahasan ini memberikan perspektif baru tentang cara memahami dan mengapresiasi selfie sebagai bentuk karya fotografi dalam konteks masyarakat urban saat ini.

Diskusi yang dihadirkan dalam jurnal ini juga mengulas tentang fenomena cyber culture dalam konteks budaya selfie. Ismanto membahas bagaimana media sosial dan platform digital telah menjadi wadah utama bagi praktik selfie, serta bagaimana hal ini mempengaruhi pola komunikasi dan interaksi sosial dalam masyarakat urban. Analisis tentang peran teknologi digital dalam membentuk budaya selfie yang dihadirkan dalam jurnal ini memberikan wawasan yang penting tentang hubungan antara teknologi, budaya visual, dan sosial di era digital saat ini.

Tak hanya itu, Ismanto juga membahas tentang semiotika visual dalam fenomena budaya selfie, di mana sebuah foto selfie tidak hanya mengandung makna personal, tetapi juga mengkomunikasikan pesan-pesan tertentu melalui simbol-simbol visueller dan kode-kode yang terkandung di dalamnya. Diskusi ini memberikan pemahaman yang lebih dalam tentang bagaimana selfie dapat dijadikan sebagai wadah ekspresi dan komunikasi visual yang kompleks dalam masyarakat urban.

 

8.     Moch. Abdul Rahman  (2009). Estetika dalam Fotografi Estetik" karya

Dalam jurnal ini, Rahman membahas secara mendalam tentang konsep estetika dalam konteks praktik fotografi, menjelaskan bagaimana elemen-elemen visual, teknik, dan komposisi dalam fotografi dapat menyampaikan pesan estetis yang kuat kepada penikmatnya. Rahman menyuguhkan analisis yang mendalam tentang bagaimana fotografi tidak hanya sekedar mencatat gambar visual, tetapi juga sebagai bentuk ekspresi artistik yang membutuhkan perhatian terhadap aspek estetika. Dengan membahas konsep-konsep estetika seperti keindahan, harmoni, proporsi, dan ritme dalam konteks fotografi, jurnal ini memberikan pemahaman yang lebih dalam tentang bagaimana estetika dapat meningkatkan nilai artistik dari karya fotografi.

Selain itu, Rahman juga membahas tentang hubungan antara estetika dan emosi dalam fotografi, di mana sebuah foto tidak hanya memikat karena keindahan visualnya, tetapi juga karena kemampuannya untuk menyentuh perasaan dan emosi penonton. Dengan membahas kemampuan fotografi dalam mengkomunikasikan emosi melalui elemen-elemen visual seperti warna, komposisi, dan pencahayaan, jurnal ini memberikan wawasan yang penting tentang kekuatan estetika dalam menciptakan koneksi emosional dengan penikmat fotografi.

Diskusi yang dihadirkan dalam jurnal ini juga mengulas tentang relevansi estetika dalam konteks fotografi estetik atau fine art photography, di mana sebuah foto bukan hanya dihasilkan untuk tujuan dokumentasi, tetapi juga sebagai bentuk karya seni yang mengutamakan aspek estetis dan ekspresi artistik. Dengan mendiskusikan konsep-konsep estetika dalam konteks fotografi estetik, jurnal ini memberikan inspirasi dan panduan bagi fotografer untuk meningkatkan kualitas artistik dari karya-karya mereka.

Tak hanya itu, Rahman juga membahas tentang peran teknologi dalam membentuk estetika dalam praktik fotografi, di mana perkembangan teknologi digital telah memberikan kemudahan dan fleksibilitas baru bagi fotografer dalam mengekspresikan visi estetik mereka melalui berbagai teknik dan efek visual yang tersedia. Diskusi ini memberikan pemahaman yang lebih luas tentang bagaimana teknologi dapat menjadi alat yang kuat dalam mendukung penciptaan karya fotografi yang estetis dan bermakna.

 

9.     Yekti Herlina (2003). Kreativitas dalam Seni Fotografi

Herlina membahas secara komprehensif tentang kreativitas sebagai aspek penting dalam seni fotografi, mengajak pembaca untuk memahami bagaimana mengasah dan mengaplikasikan kreativitas dalam praktik fotografi. Dalam jurnal ini, Herlina menguraikan tentang berbagai teknik dan metode yang dapat digunakan untuk meningkatkan kreativitas dalam fotografi, mulai dari penggunaan perspektif yang unik, pencahayaan yang kreatif, hingga eksperimen dengan komposisi dan framing yang tidak konvensional. Melalui contoh-contoh kasus dan studi literatur, jurnal ini memberikan panduan praktis bagi fotografer untuk memperluas cakrawala kreativitas mereka dalam menciptakan karya fotografi yang unik dan orisinal.

Selain membahas tentang teknik dan metode, Herlina juga mengulas tentang pentingnya visi artistik dan kepekaan estetik dalam mengembangkan kreativitas dalam seni fotografi. Bagaimana seorang fotografer dapat mengasah indera visual dan intuitif mereka, serta memiliki kepekaan terhadap detail dan nuansa dalam subjek foto sehingga dapat menghasilkan karya yang memiliki nilai estetik dan kreativitas yang tinggi.

Diskusi yang disajikan dalam jurnal ini juga mengulas tentang hubungan antara kreativitas dalam fotografi dengan eksplorasi ide dan konsep, di mana seorang fotografer perlu memiliki kemampuan untuk berpikir out-of-the-box dan menghadirkan ide-ide segar serta inovatif dalam setiap karyanya. Dengan membahas tentang pentingnya eksplorasi ide dan konsep dalam fotografi, jurnal ini memberikan wawasan yang penting bagi fotografer untuk memperluas wawasan dan imajinasi mereka dalam menciptakan karya foto yang kreatif dan berkesan.

Selain itu, Herlina juga membahas tentang peran tantang teknologi dan perkembangan digital dalam mendukung kreativitas dalam fotografi, di mana kemajuan teknologi telah memberikan peluang baru bagi fotografer untuk bereksperimen dengan berbagai teknik dan efek visual yang dapat mendukung penciptaan karya-karya fotografi yang inovatif dan menarik. Diskusi ini memberikan pemahaman tentang bagaimana teknologi dapat menjadi alat yang powerful dalam mendukung kreativitas dan eksplorasi dalam seni fotografi modern.

 

10.  John Felix (2011). Penggunaan Elemen Visual Garis dalam Fotografi

Felix membahas secara rinci tentang berbagai jenis garis, mulai dari garis lurus, melengkung, vertikal, horizontal, diagonal, hingga garis geometris yang dapat digunakan untuk memperkuat struktur komposisi dalam fotografi. Dalam jurnal ini, Felix juga membahas tentang bagaimana penggunaan garis sebagai elemen visual dapat mempengaruhi pergerakan mata pengamat dan membimbing pandangan mereka ke arah yang diinginkan, memperkuat fokus utama dalam foto, serta menciptakan kedalaman dan dimensi dalam karya foto. Diskusi mengenai peran garis dalam menciptakan komposisi yang dinamis dan harmonis merupakan terobosan penting bagi fotografer untuk lebih mendalami prinsip desain visual dalam fotografi.

Selain itu, Felix juga mengulas tentang hubungan antara garis dengan perasaan dan emosi yang dapat diungkapkan melalui pemilihan jenis garis yang digunakan dalam foto. Garis dapat memberikan kesan yang berbeda, mulai dari kestabilan, keberanian, kecepatan, hingga kelembutan, sehingga pemahaman mengenai makna dan simbolisme garis dalam fotografi dapat membantu fotografer untuk menyampaikan pesan dan ekspresi yang lebih kuat melalui karya fotografi mereka.

Diskusi yang disajikan dalam jurnal ini juga mengulas tentang teknik penggunaan garis dalam foto, seperti leading lines, framing dengan garis, dan repetition of lines yang dapat memberikan tata letak visual yang menarik dan mengarahkan pandangan pengamat ke arah yang diinginkan. Dengan memberikan contoh-contoh kasus dan studi literatur, Felix memberikan panduan praktis bagi fotografer dalam mengaplikasikan konsep penggunaan garis dalam komposisi foto mereka.

Selain itu, Felix juga membahas tentang peran garis dalam menciptakan ritme visual dalam foto, di mana pengulangan, kontras, dan harmonisasi antara garis-garis dalam foto dapat menciptakan pola yang menarik dan menghidupkan tata ruang visual dalam komposisi foto. Diskusi ini memberikan pemahaman yang mendalam tentang bagaimana garis dapat menjadi elemen yang kuat dalam menciptakan keragaman dan dinamika visual dalam foto.

 

 

11.  Arif Ardy Wibowo (2015). Fotografi Tak Lagi Alat Dokumentasi.

Dalam analisisnya, Susanto menunjukkan bahwa Scruton cenderung membatasi nilai estetika dalam fotografi pada parameter-subyektifitas atau ketiadaan kehadiran seniman sebagai pencipta langsung karya seni. Namun, penulis menyatakan bahwa pendekatan Scruton tidak memadai untuk memahami nilai dan kompleksitas seni fotografi. Dalam konteks ini, Susanto menekankan pentingnya memahami bahwa fotografi bukan sekadar rekaman visual, tetapi merupakan medium ekspresi yang dapat menyampaikan gagasan, emosi, dan pengalaman manusia dengan kekuatan yang unik. 

Penulis menguraikan bahwa nilai estetika sebuah foto tidak hanya terletak pada subjek yang difoto atau teknik yang digunakan, tetapi juga pada konteks, interpretasi, dan pengalaman individu yang mengamati foto tersebut. Fotografi memiliki kemampuan untuk mengekspresikan keindahan dalam berbagai bentuknya, termasuk keindahan yang terletak dalam keberagaman, kompleksitas, atau bahkan ketidaksempurnaan subjeknya. Dalam hal ini, foto dapat memiliki nilai estetika yang sama dengan karya seni lainnya.

Lebih lanjut, penulis menyoroti bahwa fotografi memiliki potensi untuk merangsang refleksi dan empati pada penontonnya, terutama melalui kekuatan naratifnya. Foto-foto yang kuat dapat membangkitkan pemikiran mendalam dan respon emosional yang mendalam, yang pada gilirannya memperkaya pengalaman estetika individu. Oleh karena itu, menurut Susanto, fotografi tidak boleh dianggap sebagai bentuk seni yang sekunder atau kurang berharga dibandingkan dengan karya seni lainnya.

Selain itu, penulis juga menegaskan bahwa keaslian dan nilai estetika dalam fotografi dapat diakui tanpa kehadiran langsung seniman dalam proses pembuatan foto. Meskipun fotografi sering kali melibatkan teknologi dan proses yang terkadang otomatis, hal itu tidak mengurangi nilai artistiknya. Fotografi tetap merupakan medium yang mampu menciptakan karya-karya berharga dan bermakna, yang dapat memberikan kontribusi yang berarti dalam konteks seni dan budaya.

 

12.  Ngesti Limna Sari (2018)  Kepribadian Introvert dalam Fotografi Ekspresi

Sari menghadirkan kajian yang menarik tentang bagaimana pemilik kepribadian introvert mengekspresikan diri melalui karya fotografi. Dia membahas bagaimana mereka dapat menggunakan fotografi sebagai sarana untuk mencurahkan pikiran, perasaan, dan pandangan mereka terhadap dunia, meskipun seringkali tidak terlalu berbicara atau bersosialisasi dengan orang lain.

Dalam jurnal ini, Sari membahas tentang karakteristik introvert yang cenderung lebih tertutup, reflektif, dan sensitif terhadap lingkungan sekitar. Dia mengaitkan karakteristik ini dengan bagaimana cara introvert menggunakan fotografi sebagai bentuk ekspresi diri yang lebih nyaman dan mudah daripada berkomunikasi secara lisan. Melalui analisis mendalam, Sari mengungkapkan bahwa fotografi menjadi alat yang efektif bagi introvert untuk menyampaikan pemikiran dan perasaan mereka secara visual.

Selain itu, Sari juga membahas tentang peran fotografi sebagai sarana pengamatan bagi pemilik kepribadian introvert. Dia mencermati bagaimana pemilik kepribadian introvert seringkali memiliki kepekaan yang tinggi terhadap detail-detail kecil dan nuansa dalam lingkungan sekitar. Dengan menggunakan fotografi sebagai medium untuk merekam dan mengabadikan momen-momen penting atau observasi pribadi mereka, introvert dapat mengekspresikan diri mereka dengan cara yang lebih mendalam dan autentik.

Diskusi yang disajikan dalam jurnal ini juga mencakup tentang teknik fotografi yang seringkali dipilih oleh pemilik kepribadian introvert, seperti fotografi street, fotografi dokumenter, atau fotografi alam. Sari mengulas tentang bagaimana pemilihan genre fotografi ini mencerminkan karakteristik introvert yang cenderung lebih suka memperhatikan kehidupan sehari-hari, keindahan alam, atau situasi sosial yang memerlukan sedikit interaksi manusia. Dengan demikian, fotografi menjadi wadah yang tepat bagi introvert untuk mengekspresikan diri mereka tanpa harus keluar dari zona nyaman.

Dalam jurnal ini, Sari juga mendiskusikan tentang peran kekayaan emosi dan pikiran dalam karya fotografi pemilik kepribadian introvert. Dia mengamati bahwa melalui fotografi, introvert dapat mentransformasikan pikiran, perasaan, dan pengalaman pribadi mereka menjadi karya-karya yang menginspirasi dan bermakna. Fotografi menjadi sarana yang kuat bagi introvert untuk mengekspresikan keunikan dan keindahan kepribadian mereka yang seringkali terabaikan dalam interaksi sosial sehari-hari.

 

13.  Handry Rochmad Dwi Happy, Elfa Olivia Verdiana  (2017)  CAN YOU SEE WHAT I SEE, MATA SEBAGAI OBJEK  PENCIPTAAN SENI FOTOGRAFI EKSPRESI

Jurnal ini membahas tentang konsep mata sebagai objek dalam penciptaan seni fotografi ekspresi. Dalam jurnal ini, para penulis membahas pentingnya peran mata dalam menangkap ekspresi dan mengungkapkan emosi dalam fotografi. Mereka menyoroti bagaimana mata dapat menjadi fokus utama dalam sebuah karya fotografi dan bagaimana penggunaan teknik dan komposisi dapat memperkuat ekspresi yang ingin disampaikan melalui foto.

Para penulis juga mengeksplorasi konsep mata sebagai jendela jiwa dalam fotografi ekspresi. Mereka mengungkapkan bagaimana ekspresi seseorang dapat terpancar melalui mata dan bagaimana kekuatan ekspresi mata dapat mempengaruhi daya tarik dan interaksi visual dalam sebuah foto. Dalam jurnal ini, para penulis juga membahas tentang teknik pemotretan yang dapat digunakan untuk mengambil foto yang menonjolkan ekspresi mata dengan baik, seperti pengaturan lighting, angle, dan pose model.

Selain itu, jurnal ini juga membahas tentang pengaruh psikologis dari mata dalam seni fotografi ekspresi. Para penulis mencermati bagaimana mata memiliki daya tarik yang kuat dan mampu menarik perhatian pemirsa saat melihat sebuah foto. Mereka juga membahas tentang peran warna mata dalam menyampaikan emosi dan bagaimana penggunaan elemen visual lainnya dapat memperkuat ekspresi mata dalam sebuah karya fotografi.

Selanjutnya, dalam jurnal ini juga dibahas tentang hubungan antara mata dan ekspresi seni. Para penulis menyoroti bagaimana mata dapat menjadi pusat narasi dalam sebuah karya fotografi ekspresi dan bagaimana penggunaan teknik cropping, focus, dan depth of field dapat memperkuat ekspresi mata yang ingin disampaikan. Mereka juga mengajak pembaca untuk lebih memahami keterkaitan antara mata dan ekspresi dalam seni fotografi melalui analisis konten visual dan naratif dari foto yang mereka sajikan.

 

14.  Michel Sutedja S.Sn., M.Ds., Fairuz Athoriq  (2021) Urgensi Fotografi Monokromatik Hitam Putih Dalam Dunia Fotografi Modern

Jurnal ini membahas tentang kepentingan dan relevansi dari fotografi monokromatik hitam putih di era fotografi modern. Dalam jurnal ini, para penulis menyoroti bahwa meskipun teknologi fotografi terus berkembang dengan kemampuan kamera yang semakin canggih dan warna yang semakin hidup, fotografi hitam putih masih memiliki tempat yang penting dalam dunia fotografi saat ini.

Para penulis menjelaskan bahwa fotografi monokromatik hitam putih memiliki kekuatan artistik yang unik dan mampu menyampaikan pesan yang berbeda dibandingkan dengan fotografi berwarna. Mereka menyoroti bagaimana penggunaan kontras, tekstur, dan komposisi dalam fotografi hitam putih dapat menciptakan atmosfer yang kuat dan menarik perhatian pemirsa dengan cara yang berbeda.

Selain itu, jurnal ini membahas tentang nilai estetika dan keindahan yang terkandung dalam fotografi hitam putih. Para penulis menekankan bahwa fotografi monokromatik mampu menyampaikan emosi, kesan dramatis, dan keindahan yang khas melalui permainan bayangan dan highlight yang lebih menonjol. Mereka juga mengungkapkan bahwa fotografi hitam putih memiliki daya tarik universal dan timeless yang dapat bertahan dalam berbagai era dan trend fotografi.

Para penulis juga menyoroti bahwa fotografi hitam putih dapat memberikan kesempatan bagi fotografer untuk lebih fokus pada komposisi, bentuk, dan detail dalam foto tanpa distraksi warna. Dalam jurnal ini, mereka membahas tentang penggunaan teknik editing dan tonal adjustment yang tepat untuk menciptakan foto hitam putih yang kuat dan memukau. Mereka juga menegaskan bahwa fotografi monokromatik dapat menjadi medium yang efektif untuk menyampaikan narasi dan cerita yang mendalam.

 

15.  Andreas Arie Susanto (2017).  Fotografi adalah Seni: Sanggahan terhadap Analisis Roger Scruton Mengenai Keabsahan Nilai Seni dari Sebuah Fotografi.

Penulis secara teliti menyajikan pembahasan yang mendalam dan argumentatif yang menantang terhadap pandangan Scruton, dengan menyoroti kompleksitas fotografi sebagai bentuk seni yang sah dan berharga. Dalam analisisnya, Susanto menunjukkan bahwa Scruton cenderung membatasi nilai estetika dalam fotografi pada parameter-subyektifitas atau ketiadaan kehadiran seniman sebagai pencipta langsung karya seni. Namun, penulis menyatakan bahwa pendekatan Scruton tidak memadai untuk memahami nilai dan kompleksitas seni fotografi. Dalam konteks ini, Susanto menekankan pentingnya memahami bahwa fotografi bukan sekadar rekaman visual, tetapi merupakan medium ekspresi yang dapat menyampaikan gagasan, emosi, dan pengalaman manusia dengan kekuatan yang unik.

Penulis menguraikan bahwa nilai estetika sebuah foto tidak hanya terletak pada subjek yang difoto atau teknik yang digunakan, tetapi juga pada konteks, interpretasi, dan pengalaman individu yang mengamati foto tersebut. Fotografi memiliki kemampuan untuk mengekspresikan keindahan dalam berbagai bentuknya, termasuk keindahan yang terletak dalam keberagaman, kompleksitas, atau bahkan ketidaksempurnaan subjeknya. Dalam hal ini, foto dapat memiliki nilai estetika yang sama dengan karya seni lainnya.

Lebih lanjut, penulis menyoroti bahwa fotografi memiliki potensi untuk merangsang refleksi dan empati pada penontonnya, terutama melalui kekuatan naratifnya. Foto-foto yang kuat dapat membangkitkan pemikiran mendalam dan respon emosional yang mendalam, yang pada gilirannya memperkaya pengalaman estetika individu. Oleh karena itu, menurut Susanto, fotografi tidak boleh dianggap sebagai bentuk seni yang sekunder atau kurang berharga dibandingkan dengan karya seni lainnya.

Selain itu, penulis juga menegaskan bahwa keaslian dan nilai estetika dalam fotografi dapat diakui tanpa kehadiran langsung seniman dalam proses pembuatan foto. Meskipun fotografi sering kali melibatkan teknologi dan proses yang terkadang otomatis, hal itu tidak mengurangi nilai artistiknya. Fotografi tetap merupakan medium yang mampu menciptakan karya-karya berharga dan bermakna, yang dapat memberikan kontribusi yang berarti dalam konteks seni dan budaya.

 

16.  Wiwid Widya Apriyadi, Arti Wulandari dan Oscar Samaratungga  (2021). YOGYAKARTA DALAM FOTOGRAFI IMPRESIONISME

Jurnal membahas tentang keunikan dan pesona Yogyakarta yang ditangkap melalui lensa fotografi impresionisme. Para penulis menggali aspek visual dan estetika Yogyakarta yang tidak hanya sekadar sebagai gambaran fisik kota, tetapi juga sebagai sebuah pengalaman sensorik yang diproses melalui imaji-imaji puitis hasil fotografi impresionisme.

Dalam jurnal ini, para penulis menyoroti penggunaan teknik fotografi impresionisme, seperti double exposure, slow shutter speed, serta penyesuaian kontras dan warna, untuk menciptakan efek-efek visual yang memperkuat karakteristik artistik dari Yogyakarta. Mereka membahas bagaimana cahaya, warna, dan gerakan dalam fotografi impresionisme mampu mengekspresikan keindahan dan keunikan dari setiap sudut kota Yogyakarta.

Selain itu, jurnal ini juga membahas tentang konsep impresionisme dalam fotografi sebagai suatu bentuk interpretasi subjektif terhadap realitas yang dilihat. Para penulis menekankan bahwa fotografi impresionisme dapat menghasilkan karya yang lebih eksperimental, berdasarkan emosi dan persepsi pribadi dari fotografer terhadap objek yang difoto. Dengan demikian, fotografi impresionisme memungkinkan para fotografer untuk mengekspresikan imajinasi dan visi kreatif mereka terhadap Yogyakarta sebagai subjek utama.

Selanjutnya, para penulis menyoroti tentang nilai estetika dan keindahan visual yang dihasilkan oleh fotografi impresionisme Yogyakarta. Mereka mengungkapkan bagaimana tekstur, detail, dan warna dalam foto-foto impresionisme menciptakan atmosfer yang misterius, romantis, dan puitis yang menggambarkan karakteristik kota Yogyakarta secara unik. Fotografi impresionisme menjadi sebuah medium yang memperkaya pengalaman visual dan menghidupkan imajinasi bagi pemirsa.

Di dalam jurnal ini juga dibahas tentang keterkaitan antara fotografi impresionisme dengan identitas budaya dan sejarah Yogyakarta. Para penulis menyoroti bagaimana foto-foto impresionisme tidak hanya sebagai representasi visual dari kota tersebut, tetapi juga sebagai penyampaian pesan-pesan kebudayaan, sejarah, dan nilai-nilai lokal Yogyakarta melalui sudut pandang artistik yang unik dan kreatif.

 

17.  Soeprapto Soedjono (2019). Fotografi Surealisme: Visualisasi Estetis Citra Fantasi Imajinasi

Jurnal membahas tentang penggunaan fotografi dalam merealisasikan konsep surealisme yang melibatkan unsur-unsur fantasi dan imajinasi. Dengan memberikan penekanan pada visualisasi estetis, penulis menjelaskan bagaimana fotografi dapat menjadi medium yang sangat efektif dalam mengungkapkan konsep seni surealisme secara visual.

Dalam jurnal ini, Soeprapto Soedjono menganalisis peran fotografi dalam menciptakan citra fantasi yang menggambarkan realitas yang tidak terikat pada keteraturan logis atau hukum alam. Melalui teknik fotografi, penulis menunjukkan bagaimana fotografer dapat menciptakan gambar-gambar yang mengeksplorasi dunia bawah sadar, mimpi, dan imajinasi sehingga menciptakan pengalaman estetis yang unik dan menarik bagi pemirsa.

Selain itu, penulis juga membahas tentang pentingnya visualisasi dalam fotografi surealisme untuk menciptakan kesan yang mendalam dan membangkitkan emosi pada pemirsa. Dengan pemanfaatan teknik fotografi seperti manipulasi digital, komposisi, dan pencahayaan, fotografer dapat menciptakan karya-karya visual yang mampu menggugah imajinasi dan merangsang perasaan pemirsa.

Lebih lanjut, jurnal ini juga membahas hubungan antara estetika fotografi surealisme dengan citra fantasi dan imajinasi yang diungkapkan. Menurut Soeprapto Soedjono, keindahan visual dalam fotografi surealisme tidak hanya terletak pada teknik fotografi yang digunakan, tetapi juga pada kemampuan fotografer dalam mengekspresikan konsep imajinatif dan fantastis yang diusung dalam karya-karya mereka.

Penulis juga meneliti dampak dan signifikansi fotografi surealisme sebagai sebuah bentuk seni visual yang dapat mengekspresikan pemikiran kritis dan refleksi atas realitas yang ada. Melalui karya fotografi surealisme, fotografer dapat membuka pikiran pemirsa untuk melihat dunia dari sudut pandang baru dan memberikan interpretasi yang lebih dalam terhadap realitas sosial, politik, dan budaya yang ada di sekitar kita.

 

18.  Wulandari (2015). SENI DALAM FOTOGRAFI DISORIENTASI

Pada jurnal ini yang berjudul Seni Dalam Fotografi Disorientasi. Fotografi salah satu bidang yang mengalami kemajuan yang sangat pesat, begitu juga peralatan dan teknik nya. Kemajuan akan dunia fotografi memunculkan genre baru yaitu Fotografi Disorientasi. Fotografi Disorientasi memerlukan kejelian mata, yang dituntut untuk melihat suatu hal di luar dari biasanya. Perlu kepekaan dan pengalaman dari si fotografer, karena butuh latihan dan juga mampu membaca situasi. Fotografi adalah seni melukis dengan cahaya. Fotografer dituntun tidak hanya memahami komposisi tetapi juga komposisi yang berbeda, tanpa mengesampimpkan elemen pembentuk komposisi, yaitu tekstur, garis, pola, bentuk dan warna.

Selanjutnya, penulis menjelaskan komposisi fotografi adalah cara menyusun atau tatanan dalam sebuah foto yang terdiri dari elemen-elemen pembentuk komposisi, diantaranya tekstur, garis, pola, bentuk, warna dan sebagainya. sedangkan menurut Ardiansyah ada beberapa faktor yang mempengaruhi komposisi, diantaranya pemilihan warna, bukaan diafragma yang dipakai, jarak pemotretan, lensa yang dipakai serta pengaturan objek dalam bidang gambar. Dalam Fotografi terdapat 4 macam komposisi, diantaranya adalah komposisi simetri, asimetri, rule of third dan framing. komposisi simetri biasanya membagi bidang foto sama rata, dan memberikan kesan statis sedangkan komposisi asimetri akan membuat bidang berat sebelah dan memberikan kesan dinamis. komposisi rule of third sendiri didapatkan dengan cara membagi bidang gambar dalam 3 bagian yang sama dan proporsional, horizontal dan vertikal. Komposisi selanjutnya adalah framing yaitu membingkai objek foto dengan memanfaatkan benda-benda di sekitar nya. Dalam menangkap komposisi juga diperlukan kejelian, latihan terus-menerus,  serta jam terbang yang tinggi.

Selain itu banyak yang beranggapan bahwa foto yang bagus adalah foto yang tajam, tidak blur, padahal ada faktor lainnya. Menurut abdi ada faktor pendukung foto yang bagus, diantaranya warna, komposisi, bentuk geometri, subtansi dan momen. seperti contoh gambah yang diambil dengan memposisikan kamera diatas kaki, kemudian foto tersebut diputar 180 derajat, maka akan terlihat foto tersebut menjadi seolah-olah sedang melayang dipinggir tembok, padahal ini hanyalah sebuah foto yang diputar 180 derajat. Kejelian mata sangatlah diperlukan sang fotografer, menurut Zahar diperlukan ilmu melihat afalah dasar dari semua ilmu termasuk fotografi yang modal utamanya adalah bisa melihat dengan mata.  fotografi Disorientasi adalah mengubah sudut pandang sebuah foto, artinya foto yang biasanya dilihat secara normal kemudian diputar, biasanya antara 90 derajat, 180 derajat atau 270 derajat. Tujuan dari fotografi disorientasi adalah membuat efek yang baru, membuat sudut pandang yang berbeda sehingga muncullah representasi baru dari foto aslinya.

Dari beberapa foto yang penulis jelaskan, bisa kita pahami bahwa fotografi disorientasi tidaklah mudah namun bukan berarti sulit. penulis juga menjelaskan bahwa menempatkan fotografi sebagai suatu kebutuhan yang mau tidak mau melepas dirinya yaitu konvensionalnya itu dalam suatu bentuk karya seni yang mampu mengkomunikasikan pesannya kepada publik, sehingga fotografi yang penulis istilahkan dengan seni fotografi disorientasi fungsi ini juga ideal untuk digunakan dalam suatu karya desain tersendiri.

 

19.  Marventyo Amala (2016). Penciptaan Fotografi Surealisme Human and Time

Jurnal ini menjelaskan tentang konsep surealisme dalam fotografi yang menitikberatkan pada keterlibatan manusia (human) dan waktu (time) sebagai elemen utama dalam penciptaan karya-karya surealisme. Dalam jurnal ini, penulis mengeksplorasi bagaimana fotografi dapat digunakan sebagai medium untuk mengekspresikan konsep-konsep surealisme yang melibatkan unsur manusia dan waktu secara kreatif.

Marventyo Amala membahas pentingnya peran manusia dan waktu dalam fotografi surealisme sebagai bagian integral dari konsep surealisme itu sendiri. Dengan melibatkan manusia dalam karya-karya fotografi surealisme, fotografer dapat mengeksplorasi dimensi emosional dan psikologis yang lebih dalam, serta memberikan kedalaman makna yang berbeda dalam karya seni mereka.

Penulis juga menyoroti hubungan antara manusia dan waktu dalam fotografi surealisme, di mana waktu dianggap sebagai elemen yang dinamis dan terus bergerak, sedangkan manusia sebagai subjek yang terlibat dalam narasi visual yang diciptakan oleh fotografer. Melalui pemahaman yang mendalam terhadap kedua elemen ini, fotografer dapat menciptakan karya-karya surealisme yang menggambarkan perjalanan waktu dan eksistensi manusia dalam dimensi yang lebih kompleks.

Selain itu, Marventyo Amala juga membahas teknik fotografi yang digunakan dalam menciptakan karya surealisme yang melibatkan elemen manusia dan waktu. Dengan memanfaatkan teknik manipulasi digital, komposisi visual, dan pencahayaan yang tepat, fotografer dapat menciptakan gambar-gambar surealisme yang mampu menggambarkan keterkaitan antara manusia dan waktu dengan cara yang unik dan menarik.

 

20.  Agus Wiryadhi Saidi  (2020). Eksplorasi Fotografi Arsitektur Sebagai Karya Seni

Agus Wiryadhi Saidi menyoroti pentingnya pemahaman terhadap arsitektur sebagai subjek fotografi, di mana fotografer perlu memahami karakteristik arsitektur yang ingin mereka potret agar dapat menangkap esensi dan keunikan dari bangunan-bangunan tersebut. Dengan memahami keindahan dan detail-detail arsitektur, fotografer dapat menciptakan karya-karya yang memukau dan inspiratif.

Penulis juga membahas teknik-teknik fotografi yang dapat digunakan dalam eksplorasi fotografi arsitektur sebagai karya seni. Dengan memanfaatkan komposisi visual, pencahayaan yang tepat, dan sudut pandang yang unik, fotografer dapat menghasilkan gambar-gambar arsitektur yang menarik dan memikat. Dalam jurnal ini, Agus Wiryadhi Saidi juga mengajak pembaca untuk memahami berbagai teknik fotografi yang dapat membantu meningkatkan kualitas karya fotografi arsitektur.

Selain itu, penulis juga menekankan pentingnya eksplorasi kreatif dalam fotografi arsitektur sebagai karya seni. Dengan menggabungkan kreativitas dan pemahaman mendalam terhadap arsitektur, fotografer dapat menciptakan karya-karya yang unik dan orisinal, serta memberikan nilai tambah dalam dunia fotografi arsitektur. Agus Wiryadhi Saidi juga merangkum berbagai tips dan trik dalam menciptakan karya fotografi arsitektur yang menarik dan bermakna.

Komentar